Gamelan adalah musik yang tercipta dari paduan bunyi gong, kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik yang lembut dan mencerminkan keselarasan hidup orang Jawa akan segera menyapa dan menenangkan jiwa begitu didengar.
Gamelan Okresta Ala Jawa
Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya.
Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya.
Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.
Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis.
Salah satu tempat di Yogyakarta dimana anda bisa melihat pertunjukan gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri. Hari Sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring wayang kulit, sementara hari Minggu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring tari tradisional Jawa. Untuk melihat pertunjukannya, anda bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk melihat perangkat gamelan tua, anda bisa menuju bangsal kraton lain yang terletak lebih ke belakang.
Proses pembuatan gamelan
Gamelan digunakan sebagai bunyi-bunyian pengiring dalam pagelaran wayang kulit atau wayang orang. Gamelan digunakan sebagai kesenian rakyat maupun istana. Dalam gamelan terdapat nilai-nilai religius-magis, sehingga dilaksanakanlah upacara-upacara tertentu sebelum gamelan dibunyikan dalam pagelarannya. Sampai saat ini, pembuatan gamelan masih dilakukan secara tradisional, yaitu dengan menggunakan teknologi yang sederhana dengan upacara-upacara dan tingkah laku ritual tertentu, sehingga hubungan antara teknologi dan upacara-upacara serta tingkah laku sangat erat1. Dalam penggunaannya, seperti bunyi-bunyian yang dihasilkan, masih tetap sama dari jaman dahulu hingga sekarang.
Hanya pria yang bekerja dalam pembuatan gamelan karena diperlukan kekuatan fisik yang besar, seperti dalam proses menempa dengan campuran tanah dan tembaga yang memiliki berat hingga puluhan kilogram. Selain itu diperlukan pula perilaku khusus dalam proses pembuatan gamelan agar tidak mengalami kegagalan. Perilaku tersebut berupa perilaku yang bersifat rasional dan tidak rasional. Perilaku rasional merupakan segala tindakan yang berhubungan dengan bahan baku, sedangkan perilaku tidak rasional berupa upacara baik sebelum, sesaat, dan sesudah proses pembuatan agar semua roh penghuni alam gaib lainnya memberkati usaha mereka2.
Proses pembuatan gamelan terjadi di dalam dua tempat, yaitu di dalam besalen dan diluar besalen
- di dalam besalen
Besalen adalah ruangan khusus yang dapat disebut sebagai dapur dalam proses pembuatan alat-alat gamelan. Besalen digunakan dalam proses penempaan mulai dari bahan baku hingga jadi, sehingga disebut pula sebagai “dapur” karena berisi perlengkapan “memasak”. Bangunan besalen merupakan bangunan tembok atau setengah tembok. Besalen dengan suatu hubungan atap genting yang tingginya sekitar 7-8 meter dan disangga oleh tiang kayu atap tinggi untuk menghindari diri dari api perapen (perapian) karena proses penempaan gamelan gong ageng menggunakan api perapen sangat membara.
Bahan baku yang digunakan adalah timah putih dan tembaga, sedangkan alat yang digunakan adalah perapen, palu, kowi, dan penyingen. Pembuatan di dalam besalen dilakukan oleh pande gamelan. Daerah sekitar perapen, yang merupakan jantung besalen, harus segelap mungkin karena selama gamelan diolah dalam perapen, perhatian pekerja terutama penyukat dan penglamus harus diarahkan sepenuhnya pada warna logam yang sedang dibakar, sehingga gelap untuk warna yang dikehendaki dapat terlihat jelas dan tepat serta tidak terkecoh dengan warna lainnya yang mungkin akan terjadi jika banyak cahaya masuk (terang).
Proses yang terjadi di dalam besalen diawali dengan tembaga dan timah putih yang dimasukkan ke dalam kowi (mangkuk untuk melebur bahan dalam membuat seladren). Kowi sebelumnya dibakar di perapen sampai merah agar tidak pecah selama ± 1 jam.
Proses selanjutnya untuk membuat legokan (cekungan) di bagian tengah adalah Jero. Kemudian dilanjutkan dengan proses ketiga, yaitu nyanduk. Nyanduk merupakan proses pembuatan cendukan (cekungan) yang disesuaikan dengan ukuran yang telah ditentukan. Proses ini disebut sebagai ndodok karena dalam pelaksanaannya dipergunakan alas yang tinggi agar lakar dapat diletakkan dalam posisi berdiri, sehingga dapat di dodog (dipukul dari dalam).
Dalam proses keempat adalah ngundurke, yaitu memukul dengan cara mundur untuk membuat sudut dengan menggunakan palu undur-unduran. Proses ini bertujuan untuk membuat bau (bahu) dan dilanjutkan dengan penghalusan dengan cara mendo, yaitu meratakan yang dilakukan dari bagian dalam. Sampai proses ini selesai, bau belum mencapai ukuran yang sesuai dengan yang telah ditentukan, sehingga harus dilakukan perubahan untuk memperbesar bau sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Biasanya ukuran bau yang tepat baru dapat dicapai setelah dilakukan pengulangan proses ngundurke dan proses jero sampai sekitar empat kali. Pada saat ini lakar sudah menunjukkan bentuk sebagai gamelan (kempul) walaupun belum sempurna.
Kemudian proses kelima adalah lakaran. Lakaran adalah lakar yang dibuat dengan jalan menempa bagian pinggir untuk membentuk lambe agar nanti dapat berbentuk bundar dan halus. Langkah awal adalah proses jleber, yaitu proses menempa permukaan lakar agar menjadi lebar. Kemudian dilakukanlah empat macam pukulan palu, pertama adalah palu ngarep, yaitu pukulan pertama paling depan yang mendahului dan memberi petunjuk pada penalu berikutnya tempat mana yang seharusnya dipalu. Kedua adalah palu nengah yang dilakukan segera setelah palu ngarep memalu. Ketiga, palu ngapit, yaitu memalu bagian paluan pemalu nengah yang kosong atau mengalami kesalahan pemaluan. Keempat, palu nepong, yang berfungsi meratakan paluan sebelumnya.
Jangka kemudian digunakan untuk melihat apakah ukuran gamelan masih tetap tepat atau tidak, jika tidak berubah, maka selanjutnya dilakukan mendo untuk lebih menghaluskan gamelan dan dilanjutkan dengan proses mamasu sebagai tahap terakhir dari proses penempaan.
Proses terakhir yang dilakukan di dalam besalen adalah mengelem, yaitu memasukkan gamelan ke dalam planden (hak yang dibuat ke dalam lantai dilapisi batu bata yang disemen di bagian pinggirnya sehingga menyerupai sumur) langsung dari perapen. Plandan berisi air untuk mendinginkan gamelan yang telah selesai diproses di besalen
- di luar besalen
Proses pertama kali yang dilakukan di luar besalen adalah proses mengikir cemengan yang dilakukan dengan menggunakan kikir kasar atau pematar3. Cemengan adalah gamelan yang belum diberi nada. Pematar (pekerja) kemudian melakukan proses ngalus ( menghaluskan) dengan menggunakan kikir lebut atau kikir alus. Kemudian proses dilanjutkan dengan nesik, yaitu penghalusan dengan alat tesik. Pada saat ini proses nglaras (pemberian nada) telah dimulai karena pemberian nada dilakukan bersamaan dengan dilakukannya proses-proses tersebut.
Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh penggosok (pekerja untuk menghaluskan gamelan dengan digosok) adalah ngamril dengan menggunkaan amplas. Selanjutnya dilakukanlah proses gebeg, yaitu menghaluskan gamelan dengan neggosoknya dengan menggunkaan batu-bata yang telah ditumbuk halus, serta sebagai proses terakhir adalah mbraso, yaitu membuat gamelan berkilan dengan menggunakan braso.
Dalam pembuatan gamelan, proses terpenting adalah proses nglaras, yaitu proses pemberian nada. Diperlukan kepekaan telinga yang tinggi dari pelaras (pekerja yang melaras) agar nada yang dihasilkan tepat. Melaras dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pekerjaan pokoknya sebagai pematar, karena tingkat kesukaran yang tinggi, untuk melaras gamelan besar seperti gong ageng biasanya diperlukan ahli nglaras gong ageng. Proses melaras ini penting dalam menentukan mutu dan ciri khas larasnya (suaranya).
Tiap bentuk gamelan, seperti pancon atau wilahan, memerlukan cara melaras yang berbeda pula. Hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah pada saat pembesaran atau pengecilan nada. Dalam mengetahui ketepatan nada tersebut, maka dilakukan dengan cara memukul gamelan tersebut atau menyentuhkan gamelan pada lututnya (khusus untuk gamelan wilahan)
Pembesaran nada untuk gamelan wilahan dilakukan dengan cara mengikir bagian lemahan sedikit demi sedikit sampai memperoleh nada yang diperlukan. Pengecilan nada gamelan wilahan ini dilakukan dengan mengikir bagian buntar sedikit demi sedikit hingga mencapai nada yang pas pula.
Pada gamelan pancon dan bonang, pembesaran nadanya dilakukan dengan memukul bagian rai sedikit demi sedikit dari luar, atau mengikir pada bagian rai, dudu, dan pok pencu (pencu bagian bawah). Pengecilan nada dilakukan dengan cara menjuluk (memukul dari arah dalam) sedikit demi sedikit pada bagian rai. Namun, dalam pelarasan bonang berukuran lebih besar, kempul dan suwu’an, memerlukan cara lain, yaitu menggunakan lempung.
Lempung digunakan untuk mencari nada yang tepat dengan cara meletakkan lempung di bagian dalam pencu dan kemudian gamelan dipukul untuk didengar suaranya. Usaha untuk mempertahankan suara tersebut dilakukan dengan cara mengambil lempung sedikit demi sedikit yang diikuti dengan memukul bagian dekat pencu dari arah luar atau dari arah dalam (didedeg) pada bagian pinggir rai. Lempung dapat juga diletakkan di bagian pinggir rai dan untuk mengambilnya dilakukan pula sedikt demi sedikit, dimana bagian yang harus di pukul adalah dekat lempung diletakkan sehingga pukulan dilakukan dari luar tetapi pukulan dapat pula dilakukan dari dalam yaitu pada bagian dekat pancu.
Gamelan yang telah selesai diproses diluar besalen berarti telah menjadi gamelan yang sempurna, tetapi sebelum diserahkan pada pembeli, gamelan tersebut harus ditempatkan dan diatur terlebih dahulu diatas rancakan (tempat gamelan) yang biasanya telah dipesan oleh pemilik besalen dari pembuatnya.
- Ukuran gamelan jenis pencon
Jenis Pencon | Diameter | Bau | Berat |
Bonang Penerus | 17,5 cm | 7 cm | 2 kg |
Bonang Barung | 21 cm | 9 cm | 3 kg |
Kenong | 34 cm | 13,5 cm | 10 kg |
Kempul | 47 cm | 13,5 cm | 9 kg |
Gong suwu’an | 80 cm | 25 cm | 38 kg |
Gong Ageng | 100 cm | 35 cm | 80 kg |
Sistem religi dalam pembuatan gamelan
Menurut kepercayaan di lingkungan pembuat gamelan, pembuatan gamelan sebenarnya tidak hanya dilaksanakan di alam nyata (duniawi) saja, melainkan juga dilaksanakan di alam yang tidak terlihat (gaib) sehingga keberhasilan dalam pembuatan gamelan tersebut hanya bisa tercapai apabila pelaksanaan pembuatan gamelan yang dilakukan di dua alam tersebut berjalan dengan baik dan serasi4.
Pemilik besalen merupakan orang utama bagi terciptanya keserasian antara kedua alam tersebut. Pada malam hari pemilik besalen tidak boleh tidur dan harus bersasmita dengan harakat tidak merem-melek yang dibantu oleh istrinya. Selain itu juga diadakan selamatan dengan sesaji bagi penghuni alam gaib.
Dalam selamatan terdapat sesajen berupa nasi uduk dengan ingkung ayam, kedele goreng, bawang merah, garam dan cabai, kerupuk, sambal goreng, jenang merah putih, jenang katul dengan kelapa dan gula, kemudian sekul asahan sebanyak dua buah yang terdiri atas nasi putih, mi goreng, sambal goreng, tempe, tahu, asmaradhana (kacang yang dicampur dengan kelapa dan gula yang diolah), cenggereng, lento singkong, ikan goreng, kerupuk, jeroan ayam, juga sekul golong yang berupa nasi putih yang berbentuk bulat padat dilengkapi dengan ayam panggang komplit, serta jajanan pasar, bekokok (ketan berbentuk boneka) sebanyak dua buah yaitu laki-laki dan perempuan, dan ciu (sejenis minuman keras) sebagai pelengkap bekokok.
Setelah makanan tersebut dikondangke (dibacakan doa secara bersama oleh peserta selamatan), maka kedua bekokok kemudian dikubur di dekat plandang dan kemudian disiram dengan ciu. Maksud dibuatnya bekokok adalah untuk mewujudkan makhluk-makhluk yang tidak terlihat agar “mereka” mau menjaga keselamatan para pekerja
Selamatan yang diadakan setelah pembuatan gamelan dinamakan riyayani. Selamatan ini bertujuan sebagai tanda terima kasih dan pemberitahuan kepada “penghuni” alam gaib bahwa pembuatan gamelan telah usai.